TEMPO.CO, JAKARTA – Pelabuhan Anggrek yang terletak di Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo, mulai hari ini resmi dikelola oleh PT. Anggrek Gorontalo Internasional Terminal (AGIT) sebagai pemenang proyek Pengelolaan Pelabuhan Anggrek dengan skema pendanaan kreatif non APBN melalui Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha atau KPBU.
“Saya berpesan agar PT AGIT dapat menjaga komitmen dan itikad baiknya dalam melaksanakan pembangunan dan pengembangan Pelabuhan Anggrek untuk 30 tahun ke depan,” kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dalam keterangan tertulis, Selasa, 28 September 2021.
Dia juga mengingatkan agar pengelola pelabuhan selalu memperhatikan perkembangan teknologi dan transformasi digital, serta berwawasan lingkungan atau Ecoport.
“Serta tetap mematuhi aturan yang berlaku sehingga pelayanan Pelabuhan Anggrek dapat terlaksana secara efektif dan efisien,” ujarnya.
Dia meminta agar pihak pengelola dapat bersinergi secara nasional dan internasional, terutama dengan pemerintah daerah. Hal itu karena pekerjaan kepelabuhan tidak bisa dikerjakan sendiri, namun dibutuhkan sinergi dan kolaborasi dari seluruh pihak.
“Tentunya kami, bersama dengan Bappenas dan Kementerian Keuangan akan tetap berkomitmen dalam mendukung pembangunan sampai pengelolaannya,” kata Budi.
Kehadiran Pelabuhan Anggrek diharapkan mampu meningkatkan konektivitas logistik dan mendorong pertumbuhan ekonomi di Gorontalo dan kawasan sekitarnya serta meningkatkan daya saing Indonesia.
Sebelumnya, pada bulan Juli yang lalu, Kemenhub melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dan PT. AGIT telah menandatangani perjanjian kerja sama melalui skema KPBU. PT AGIT terdiri dari sejumlah perusahaan yakni: PT Gotrans Logistics International, PT Anugerah Jelajah Indonesia Logistic, PT Titian Labuan Anugrah, dan PT Hutama Karya (Persero).
Menurutnya, pengelolaan Pelabuhan Anggrek melalui skema KPBU merupakan salah satu wujud komitmen pemerintah untuk terus melanjutkan pembangunan infrastruktur transportasi di Indonesia, khususnya pelabuhan, meskipun di tengah pandemi dan di tengah keterbatasan APBN.
Adapun nilai investasi kerja sama tersebut sebesar Rp 1,4 triliun dan biaya operasional sebesar Rp 5,2 triliun yang akan dikerjasamakan selama 30 tahun, dengan besaran pendapatan konsesi 2,5 persen per tahun dari Pendapatan Kotor yang dapat dinaikkan secara progresif serta pembagian kelebihan keuntungan atau clawback sebesar 50 persen disetorkan oleh Badan Usaha dalam penyediaan infrastruktur.
Ruang lingkup penyelenggaraan proyek KPBU tersebut meliputi: penyediaan dermaga untuk peti kemas yang dapat mengakomodir kapal dengan ukuran 30.000 DWT dan general cargo dengan ukuran 10.000 DWT, kegiatan bongkar muat barang, peti kemas, curah dan penyediaan pelayanan jasa terkait kepelabuhanan lainnya sesuai dengan Penyelenggaraan Proyek KPBU.