TEMPO.CO, JAKARTA – Kalangan akademisi Bandung menyambut sukacita product launching Ventilator Indonesia Vent-i oleh PT PHC Indonesia pada Selasa 26 Januari 2021. Produk alat bantu pernapasan yang di antaranya dibutuhkan pasien Covid-19 di rumah sakit tersebut hasil rancangan dan pengembangan mereka, yakni ventilator tipe Continuous Positive Airways Pressure (CPAP) Vent-I Esential 3.5.
Disempurnakan dan diproduksi massal oleh anak perusahaan Panasonic Gobel yang memang bergerak di bidang alat kesehatan berbasis elektronika dan berskala ekspor itu dianggap membuktikan banyak hal. Di antaranya bahwa alat mampu memenuhi standar internasional.
Sukacita yang sama juga ditunjukkan Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang Brodjonegoro dalam peluncuran produk tersebut di PT PHC di Cikarang, Bekasi. “Kita menyaksikan suatu upaya yang tidak mudah tapi membuahkan hasil yakni hilirisasi produk riset dengan tercapainya kesepakatan antara ITB dan PHC,” kata dia dalam acara yang juga disiarkan dalam jaringan tersebut.
Seperti diketahui, Vent-i yang dirancang para ahli di ITB juga akademisi lainnya di Bandung disepakati disempurnakan di PT PHC Indonesia dan dipasarkan oleh PT Layani Nahdlatul Utama dan PT Gobel Dharma Nusantara. “Saya lebih gembira lagi karena yang terlibat adalah PT PHC yang mempunyai tagline healthcare with precision. Artinya, bicara ventilator memang bicara presisi. Ini membanggakan,” kata dia lagi.
Dalam kesempatan itu, Menristek juga mengungkapkan kalau satu penghalang sudah berhasil diatasi agar ventilator inovasi dalam negeri bisa terpakai di rumah sakit-rumah sakit. Penghalang yang dimaksud adalah keengganan yang kerap didapatinya di kalangan dokter jika alat tidak berasal dari pabrikan yang sudah dikenal memproduksi alat kesehatan. PT PHC Indonesia disebutnya memiliki track record bidang alat kesehatan.
Meski begitu Menristek tidak meminta tim pengembangnya berpuas diri. Dia berpesan tiga hal kepada tim yang dimotori Syarif Hidayat, dosen di Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB, maupun juga kepada PT PHC Indonesia.
Pesan pertama Bambang yang juga pernah menjabat sebagai Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas itu adalah agar tim pengembang segera meningkatkan izin alat dari izin pandemi yang bersifat darurat menjadi izin reguler. “Di-upgrade karena ventilator bukan cuma untuk pasien Covid-19. Kita manfaatkan momentum hari ini untuk masa depan: swasembada ventilator,” kata dia.
Tentu saja, Bambang menambahkan, akan bakal banyak tambahan uji yang harus dihadapi dan butuh waktu tambahan. “Tapi itulah tantangannya. Bahkan sekali izin didapat nanti, alat bisa untuk diekspor.”
Pesan kedua Bambang adalah agar melirik ke pengembangan untuk ventilator ICU–jenis ventilator yang disebutnya saat ini sangat dibutuhkan karena tingginya kasus Covid-19 sedang dan berat di dunia. Berbeda dari Vent-i, Ventilator ICU invasif atau dimasukkan ke dalam tubuh dan karenanya butuh uji klinis yang lebih kompleks dari alat yang dikembangkan.
Menurutnya, saat ini ada lima kelompok riset yang sedang mengembangkan maupun sedang melalui uji alat tersebut di Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan, Kementerian Kesehatan. Mereka terdiri dari dua di kampus, salah satunya ITB, dua di lembaga penelitian di bawah koordinasi Kemenristek, dan satu swasta. Dia berharap semuanya bisa lulus uji.
“Pengusaha saya harapkan juga nantinya melirik ke sini karena ini yang critical,” katanya sambil menambahkan, “Captive market-nya juga sudah jelas karena dibutuhkan setiap rumah sakit.”
Pesannya yang ketiga adalah agar pengembang alat di ITB maupun PT PHC Indonesia tak meninggalkan layanan purna jual. Secara khusus Menristek meminta mereka untuk rajin berkomunikasi dan berkonsultasi dengan dokter pengguna langsung alat tersebut. Tujuannya menggali pengembangan alat dan menciptakan rasa percaya dari pengguna.
“Kita gunakan pendekatan tepat sasaran sehingga ventilator benar-benar terpakai dengan aman dan nyaman. Jangan berhenti dengan alat sudah terjual,” kata ekonom dari Universitas Indonesia ini.